Senin, 30 Agustus 2021

Perubahan Sosial dan Budaya Massa (Artikel Lengkap Sosiologi)

Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami sang anggota rakyat dan semua unsur-unsur budaya & sistem-sistem sosial, pada mana semua tingkat kehidupan rakyat secara sukarela atau ditentukan oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama lalu beradaptasi atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.

Perubahan sosial terjadi ketika terdapat kesediaan anggota rakyat buat meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial usang & mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dicermati sebagai konsep yang serba meliputi semua kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, gerombolan , rakyat, negara, & global yg mengalami perubahan.

Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkin aspek-aspek sebagai berikut, yaitu; perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, perubahan budaya materi. Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan sikap masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap pemetaraan pola-pola pikir baru yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang modern. Contohnya, sikap terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan adalah sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerjaan dibagi menjadi dua, yaitu sektor formal dan informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep kerja lama di mana pekerjaan konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegawai negeri), akan tetapi dikonsepkan sebagai sektor yang menghasilkan pendapatan maksimal. Dengan demikian, maka bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi di mana saja yang penting menghasilkan uang yang maksimal, dengan demikian konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di pemerintahan, sektor swasta yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor informal yaitu bekerja di sektor informal, seperti wiraswasta kecil, kaki lima, LSM, dan sebagainya, serta sektor lepas yaitu bekerja sebagai secara kontrakkan di berbagai kegiatan, proyek, dan sebagainya. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkit persoalan perubahan sistem-sistem sosial, di mana masyarakat meninggalkan sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran kinerja suatu lembaga atau instansi. Apabila pada sistem lama, ukuran-ukuran kinerja hanya dilihat dari aspek output dan proses tanpa harus mengukur sampai di mana output dan proses itu dicapai, maka pada sistem sosial yang baru sebuah lembaga atau instansi diukur sampai pada tingkat kinerja output dan proses tanpa harus mengukur sampai di mana output dan proses itu, yaitu dengan menggunakan standar sertifikasi seperti BAN-PT pada perguruan tinggi dan sertifikasi ISO pada lembaga-lembaga umum termasuk perguruan tinggi. Ketiga, perubahan budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat, seperti model pakaian, karya fotografi karya film, teknologi, dan sebagainya yang terus berubah dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan masyarakat.

Masyarakat memulai kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif di mana manusia hidup secara terisolir dan berpindah-pindah disesuaikan dengan lingkungan alam dan sumber makanan yang tersedia. Manusia saat ini hidup dalam kelompok-kelompok kecil (band) dan terpisah dengan kelompok manusia lainnya.

Fase berikutnya adalah fase agrokultural, ketika lingkungan alam mulai tidak lagi mampu memberi dukungan terhadap manusia, termasuk juga karena populasi manusia mulai banyak, maka pilihan budayanya adalah bercocok tanam di suatu tempat dan memanen hasil pertanian itu serta berburu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pada fase ini budaya berpindah-pindah masih tetap digunakan walaupun pada skala waktu yang relatif lebih lama.

Fase tradisional dijalani oleh masyarakat dengan hidup secara menetap di suatu tempat yang dianggap stratedis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup masyarakat, seperti di pinggir sungai, di pantai, di lereng bukit, di dataran tinggi, di dataran rendah yang datar, dan sebagainya. Pada fase ini kita mulai mengenal kata ‘desa’ di mana beberapa band (kelompok kecil masyarakat) memilih menetap dan saling berinteraksi satu dan lainnya sehingga menjadi kelompok besar dan menjadi komunitas desa, mengembangkan budaya dan tradisi internal serta membina hubungan dengan masyarakat di sekitarnya.

Pada fase transisi, kehidupan desa sudah sangat maju, isolasi kehidupan hampir tidak ditemukan lagi dalam skala luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk masyarakat desa tertentu masih menjadi masalah. Penggunaan media informasi sudah hampir merata. Namun secara geografis, masyarakat transisi berada di pinggiran kota serta hidup mereka masih secara tradisional, termasuk pola pikir dan sistem sosial lama masih silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian dengna hal-hal yang baru dan inovatif. Dengan demikian, maka umumnya masyarakat transisi bersifat mendua atau ambigu terhadap sikap, pandangan, dan perilaku mereka sehari-hari. Pola pikir masyarakat masih tradisional dan masih memelihara kekerabatan namun perilaku masyarakat sudah terlihat individualis. Sesuatu yang masih dominan dalam kehidupan masyarakat ini adalah proses asimilasi budaya dan sosial yang belum tuntas dan terlihat masih canggung di semua level masyarakat.

Fase modern ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas meninggalkan fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah kosmopolitan dengan kehidupan individual yang sangat menonjol, profesionalisme di segala bidang dan penghargaan terhadap profesi menjadi kunci hubungan-hubungan sosial di antara elemen masyarakat. Di sisi lain, sekularisme menjadi sangat dominan dalam sistem religi dan kontrol sosial masyarakat serta sistem kekerabatan mulai diabaikan. Anggota masyarakat hidup dalam sistem yang sudah mekanik, kaku, dan hubungan-hubungan sosial ditentukan berdasarkan pada kepentingan masing-masing elemen masyarakat. Masyarakat modern umumnya berpendidikan relatif lebih tinggi dari masyarakat transisi sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih luas dan pola pikir yang lebih rasional dari semua tahapan kehidupan masyarakat sebelumnya, walaupun kadang pendidikan formal saja tidak cukup untuk mengantarkan masyarakat pada tingkat pengetahuan dan pola pikir semacam itu. Secara demografis, masyarakat modern menempati lingkungan perkotaan yang cenderung gersang dan jauh dari situasi yang sejuk dan rindang, ditambah lagi karena kehidupan mereka yang serba mekanik sepanjang minggu sehingga masyarakat kota memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kebutuhan rekreasi di akhir minggu untuk rileks dan melepaskan kepenatan.

Fase postmodern adlaah sebuah fase perkembangan masyarakat yang pertama-tama dikenal di Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an. Di Indonesia ciri masyarakat postmodern dideteksi ada sejak tahun 1990-an. Masyarakat postmodern sesungguhnya adalah masyarakat modern yang secara finansial, pengetahuan, relasi, dan semua prasyarat sebagai masyarakat modern sudah dilampauinya. Walaupun terkadang ada satu dua masyarakat modern yang terlihat memiliki ciri postmodern walaupun belum memiliki kemampuan tersebut, namun hal itu bersifat temporer dan meniru-niru kelompok lain yang lebih mapan. Jadi, masyarakat postmodern adalah masyarakat modern dengan kelebihan-kelebihan tertentu di mana kelebihan-kelebihan itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan mereke terhadap diri dan lingkungan sosial yang berbeda dengan masyarakat modern atau masyarakat sebelum itu. Sifat-sifat yang menonjol dari masyarakat postmodern adalah:

Memiliki pola hidup nomaden, artinya kehidupan mereka yang terus bergerak dari satu tempat ke tempat lain menyebabkan orang sulit menemukan mereka secara ajeg termasuk dapat mendeteksi di mana tempat tinggal menetapnya. Hal ini disebabkan karena kesibukan mereka dengan berbagai usaha dan bisnis, akhirnya mereka bisa saja memiliki rumah di mana-mana di dunia ini.

Secara sosiologis mereka berada pada titik nadir, antara struktur dan agen, yaitu pada kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia mengekspresikan dirinya sebagai agen yang mereproduksi struktur atau paling tidak agen yang terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal tersebut, maka berdasarkan pengamatan “orang luar” sesungguhnya pribadi postmodern adalah pribadi yang secara permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka. Namun sesungguhnya pada pribadi-pribadi postmodern hal tersebut adalah pilihan-pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi dari kebebasan pribadi orang-orang kosmopolitan.

Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi, dan kegemaran mereka melebihi apa yang mereka anggap berharga pada hayati mereka, dengan demikian kegemaran khusus mereka menjadi aneh-aneh & unik.

Kehidupan pribadi yang bebas menyebabkan orang-orang postmodern menjadi sangat sekuler, memiliki pemahaman nilai-nilai sosial yang subjektif dan liberal sehingga cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama serta berbaai pandangan politik sekalipun.

Pemahaman orang postmodern yang bebas pula menyebabkan mereka cenderung melakukan gerakan back to nature, back to village, back to tradirional, atau bahkan back to religi, namun karena pemahaman mereka yang luas tentang persoalan kehidupan maka “gerakan kembali” itu memiliki perspektif yang berbeda dengan orang lain yang selama ini sudah dan sedang ada di wilayah tersebut.

Menurut Dennis McQuail, kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan dan rasionalitas. Makna positif, yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat mencapai tujuan kolektif.

Sehubungan dengan makna komunikasi terutama komunikasi massa, makna kata massa mengacu dalam kolektivitas tanpa bentuk, yg komponen-komponannya sulit dibedakan satu menggunakan yang lainnya. Dengan demikian, maka massa sama dengan suatu kumpulan orang poly yang nir mengenal eksistensi individualitas.

Blumer pada McQuail, mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung arti massa, yaitu:

Anggota massa adalah orang-orang dari posisi kelas sosial yang tidak sinkron, jenis pekerjaan yang berlainan, menggunakan latar belakang budaya yang beragam, dan tingkat kekayaan yg beraneka atau berasal berdasarkan segala lapisan kehidupan dan dari seluruh tingkatan sosial.

Massa terdiri berdasarkan individu-individu yg anonim.

Biasanya secara fisik anggota massa terpisah satu sama lainnya dan hanya masih ada sedikit hubungan atau penukaran pengalaman antar anggota-anggota massa dimaksud.

Keorganisasian dari suatu massa bersifat sangat longgar, dan tidak mampu untuk bertindak bersama atau secara kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan (crowd).

Secara umum pengertian massa ditandai menggunakan:

Kurang mempunyai pencerahan diri.

Kurang mempunyai bukti diri diri.

Tidak bisa beranjak secara serentak & terorganisir buat mencapai suatu tujuan eksklusif.

Massa ditandai sang komposisi yg selalu berubah dan berada dalam batas daerah yang selalu berubah juga.

Massa tidak bertindak menggunakan dirinya sendiri, tetapi dikooptasi buat melakukan suatu tindakan.

Meski anggotanya heterogen, dan menurut seluruh lapisan sosial, massa selalu bersikap sama dan berbuat sinkron menggunakan persepsi orang yg akan mengkooptasi mereka.

Kata massa juga sering kali digunakan untuk menyebutkan kata konsumen di pasar massal, sejumlah besar pemilih dalam pemilu. Konsep massa kemudian mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan “masyarakat massa” (the mass society). Menurut McQuail, massa ditandai oleh (1) memiliki agregat yang besar; (2) tidak dapat dibedakan; (3) cenderung berpikir negatif; (4) sulit diperintah atau diorganisasi; dan (5) refleksi dari khalayak massa.

Media massa merupakan institusi yang menghubungkan seluruh unsur rakyat satu menggunakan lainnya menggunakan melalui produk media massa yg dihasilkan. Secara khusus institusi media massa merupakan (1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis; (dua) sebagai institusi publik yang bekerja sesuai aturan yang ada; (tiga) keikutsertaan baik menjadi pengirim atau penerima adalah sukarela; (4) menggunakan standar profesional & birokrasi; dan (5) media menjadi perpaduan antara kebebasan & kekuasaan.

Kehidupan masyarakat kota, dalam umumnya, satu sama lain, tidak saling mengenal & kebutuhan yg dilandasi dalam interaksi sekunder, sehingga secara real media massa telah menjadi galat satu kebutuhan pada berinteraksi pada pada rakyat perkotaan satu dengan lainnya.

Namun penggunaan media massa berbeda dengan komunikasi antarpribadi. Media massa membutuhkan persyaratan tertentu dari pemakainya. Pertama adalah orang harus bisa membaca, sebalum mengonsumsi surat kabar atau majalah. Kedua, orang harus memiliki pesawat radio atau televisi, bila akan mengikuti siarannya, atau punya uang untuk beli karcis bila akan menonton film. Ketiga, kebiasaan memanfaatkan media (media habit). Untuk menjadi khalayak media massa, maka ketiganya perlu dimiliki atau dilakukan. Apabila tidak, maka mereka tidak bisa menjadi khalayak media massa atau masyarakat media.

Dalam penyampaian berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural, & lainnya. Produk media pun dalam akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sebagai akibatnya bisa diterima oleh poly orang. Di sisi lain, media pula sering kali menyajikan keterangan, film, dan kabar lain dari aneka macam negara menjadi upaya media memberikan pilihan yg memuaskan bagi khalayaknya. Produk media baik yg berupa fakta, program famili, kuis, film, dan sebagainya, diklaim sebagai upaya massa yaitu karya budaya.

Berdasarkan karakteristik yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media buat menarik sebesar mungkin khalayaknya. Hal ini nir hanya ditentukan kebutuhan khalayak massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai industri yg membutuhkan dana akbar melalui iklannya. Budaya massa dibentuk disebabkan:

Tuntutan industri pada pencipta buat membentuk karya yang poly dalam tempo singkat. Maka si pencipta buat menghasilkan karya yg poly pada tempo singkat, tidak sempat lagi berpikir, & menggunakan secepatnya menuntaskan karyanya. Mereka mempunyai sasaran produksi yg wajib dicapai pada saat eksklusif.

Karena massa budaya cenderung ?Latah? Menyulap atau meniru segala sesuatu yang sedang naik daun atau laku , sebagai akibatnya media berlomba buat mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Pada umumnya budaya massa ditentukan oleh budaya terkenal. Pemikiran tentang budaya populer berdasarkan Ben Agger dapat dikelompokkan dalam empat genre (a) budaya dibangun dari kesenangan tetapi tidak substansial dan mengentaskan orang menurut kejenuhan kerja sepanjang hari; (b) kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya tradisional; (c) kebudayaan sebagai perkara akbar pada pandangan ekonomi Marx kapitalis; & (d) kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes menurut atas.

Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang, kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan semacamnya.

Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di masyarakat. Seperti Kapten Medison Avenue yang menggunakan media untuk menjual produk melalui studio dan televisi.

Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya lainnya. Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya. Namun dalam budaya populer, ‘perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku, televisi, dan jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ‘erosi nilai budaya’. Sedangkan kelompok konservatif seperti Edmund Burke mengatakannya dengan ‘erodi peradaban berharga’. Sedangkan Allan Bloom dalam bukunya The Clossing of The American Mind mengartikulasikan pemahaman kaum neokonservatif, di mana paham ini menyalahkan kebudayaan baru sebagai yang merusak kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak hanya secara langsung disalahkan bagi penantang inteligensia publik dan melemahkan keadaan normal, namun justru kritik neokonservatif semakin mempekeruh suasana dengan tidak menunjukkan sikap penyelamatan terhadap budaya tradisional.

Sampai ketika ini kaum ortodok dan neokonservatif terus menyerang kebudayaan terkenal, tetapi anehnya kekuatan budaya terkenal semakin bertenaga dengan begitu akbar pengarunya pada miliaran insan. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih banyak berpengaruh pada gerombolan orang muda & menjadi sentra ideologi rakyat dan kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan.

Budaya populer juga menjadi bagian menurut budaya elite pada rakyat tertentu. Sejauh itu pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yg konkret, serta pengaruhnya yg lebih dirasakan misalnya umpamanya apa perbedaan antara modernisasi dan posmodernisasi. Begitu jua perseteruan konseptual antara kebudayaan tinggi & kebudayaan pop. Pertanyaan itu jua ditujukan pada bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan dorongan pembebasan berdasarkan kebudayaan populer. Dalam istilah lain kekuatan hegemonisasi budaya menguasai unsur-unsur krusial dalam kehidupan rakyat.

Sebagaimana yang dijelaskan bahwa budaya populer lebih poly mempertontonkan sisi hiburan, yg kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Dyer, berkata hiburan merupakan kebutuhan eksklusif rakyat yg sudah dipengaruhi sang struktur kapitalis. Hiburan menyatu menggunakan makna-makna hiburan dan waktu ini didominasi sang musik. Saat ini musik adalah perangkat hiburan yang lengkap yang dipadukan dengan aneka macam seni lainnya. Hampir nir dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan kiprah musik, kebalikannya musik menjadi sebuah bangunan hiburan yang besar & paling lengkap. Sehingga komposit dunia musik menjadi sebuah seni pertunjukan profesional yg membuat uang dan membentuk lapangan kerja yang luas.

Menurut Richard Dyers, hiburan merupakan respons emosi jiwa dan perkembangan akibat emosi diri, merupakan suatu tanda asa insan yang meronta-ronta ingin ditanggapi dengan memenuhinya.

Prinsip-prinsip yang menonjol dalam hiburan merupakan kesenangan yang tertanam & menjelma pada kehidupan manusia, sebagai akibatnya pada waktu lain akan berkembang menjadi membangun budaya insan. Dan akhirnya kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan insan yang lebih besar , bahkan kadang sebagai keberadaan kehidupan insan. Kesenangan pula membuat manusia manja & terbiasa dengan kehidupan yang aduhai & serba cantik.

Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia pada dunia yg serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih nyata menurut apa yang diperjuangkan sang manusia itu sendiri. Dan pada ketika dunia tipuan ini bisa dimanipulasi oleh industri, maka tipuan itu sebagai abadi pada global fana. Contohnya, teknologi film sudah hingga pada tingkat di mana kefanaan sebagai sesuatu yang bisa ditangkap sang alat insan sebagai kenyataan konkret. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk global ini sekecil telur burung merpati. Batas-batas budaya & negara sebagai musnah. Kekuasaan tertinggi pada global nir lagi terletak dalam kepemilikan, akan namun dalam penguasaan.

Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma menjadi industri. Pada konteks ini, Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan budaya industri adalah media tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya kepribadian yang tulus seperti kemampuan menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta menjadi produk standar ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah proses reproduksi kepuasan manusia dalam media tipuan. Hampir tidak ada lagi perbedaan antara kehidupan nyata dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang menggunakan efek suara dengan tingkat ilusi yang sempurna sehingga tak terkesan imaginatif.

Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi tatanan baru dalam interaksi individu & famili pada rakyat. Umpamanya bagaimana sebuah Telenovela mampu mereproduksi hubungan perselingkuhan menjadi bagian yg dulu ditolak masyarakat, ketika ini sebagai samar-samar. Keadaan serupa juga tergambarkan secara gamblang pada film-film Hollywood tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan homoseksual itu justru sebagai film terbaik dan menperoleh Piala Oscar 2006. Kehidupan seksual sejenis yg ditakuti sang umumnya famili, sebagai sesuatu yg tidak termasuk menjadi bahan pertimbangan pada penilaian baik-tidak baik sebuah karya seni. Artinya, pada budaya hiburan, makna mampu saja terlepas berdasarkan nilai sebuah benda, & nilai begitu tidak penting di waktu berhadapan dengan makna benda tadi.

Para sejarawan begitu sulit memilih kaidah-kaidah dasar mengenai kesalahan, sama susahnya dengan memilih kaidah-kaidah dasar mengenai kebenaran. Kemerdekaan pribadi sebagai ukuran utama dan dalam dunia postmodern, ukuran ini sebagai semakin nir kentara.

  1. Interaksi Sosial (Materi Lengkap Sosiologi)
  2. Sosiologi Komunikasi (Artikel Lengkap)
  3. Tugas Sosiologi: Perubahan Sosial Budaya
  4. Sosiologi (Artikel Lengkap)
  5. Pengertian Sosiologi Komunikasi

Kuliner Khas Kutai Timur

Sambal raja terbuat dari cabai, bawang merah, terasi, tomat yang digoreng hingga lembek dan mudah dihaluskan. Disertai dengan tempe, udang, ...