Jumat, 22 Mei 2020

Perlukah Kita Khawatir dengan Robotisasi dan Otomatisasi?

Menurut laporan Katz & Margo, pekerjaan dengan skill rendah dan menengah terus menurun, bahkan pekerjaan dengan skill tinggi sudah menurun peningkatannya. Ini disebabkan karena robotisasi dan otomatisasi.

Akibatnya? Industri padat karya semakin berkurang karena industri semakin efisien, semakin menghasilkan banyak barang, namun dengan jumlah tenaga kerja manusia yang semakin sedikit.

Robotisasi dan otomatisasi

Contoh paling nyata adalah fenomena ojek online dan buruh industri. Teller bank semakin dikurangi karena sudah banyak orang bertransaksi lewat ATM atau online. Bahkan sekarang sudah ada supermarket tanpa kasir. Di Indonesia mungkin dampaknya masih kecil karena upah buruh Indonesia terbilang murah. Tetapi secara trend memang semakin berkurang seiring semakin canggih dan efisiennya teknologi.

Bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita perlu berdemo agar pemerintah membatasi teknologi masuk ke negeri kita? Sepertinya itu adalah hal yang tidak bijak yang menghambat kemajuan negeri.

Bukankah sebaiknya kita yang menaklukan teknologi sebelum teknologi yang menaklukan kita?

Saat ini, kemampuan dasar akan profesi kita tidak cukup, kita perlu memiliki kemampuan berpikir kritis dan inovatif. Bahasa pemrograman juga perlu dipelajari atau setidaknya dipahami agar tidak kalah saing. Kita perlu mampu melakukan hal yang belum atau bahkan tidak mampu dilakukan robot atau kecerdasan buatan sekalipun. Upayakan agar saat kita lulus kuliah nanti, kita menjadi konsultan di bidang kita, tidak hanya melakukan hal-hal statis yang berkaitan dengan profesi kita.

Misalnya akuntan, upayakan agar kita bisa bekerja sama dengan ahli pemrograman untuk membangun sebuah sistem akuntansi komputer dan memberi solusi kepada pengusaha yang ingin mengurangi staf akuntan mereka. Untuk yang kuliah di bidang pertanian, jangan berpikir kalau setelah tamat kuliah hanya menjadi petani. Tetapi pikirkan juga solusi yang bisa membantu petani. Bisa melalui pengembangan teknologi atau bekerja sama membangun perusahaan pertanian yang mengutamakan ekspor.

Menurut laporan dari Oxford, ada beberapa profesi yang peluang digantikan mesin atau komputer di atas 80% seperti koki restoran cepat saji, pengemudi taksi, asisten rumah tangga, kasir, dan teller. Sedangkan yang masih dibawah 1% setidaknya 20 tahun ke depan adalah perawat dan profesi di bidang kesehatan lainnya. Ada juga yang peluang digantikan mesin atau komputer masih kecil seperti bidang manajemen, keuangan, komputer, ilmuwan, dan pendidikan. Menariknya, profesi spa terapis memiliki peluang digantikan paling kecil yakni hanya 0,28%

Dan ingat, perkembangan teknologi tidak hanya mematikan profesi, tetapi menumbuhkan profesi baru yang tak terduga sebelumnya. Siapa yang menyangka dalam 100 tahun akan ada profesi gamer, blogger, analis sosial media, dan programmer? Tidak ada yang bisa memperkirakan profesi baru apa lagi yang akan muncul 100 tahun dari sekarang.

Selain itu, ada beberapa profesi yang tetap dibutuhkan walaupun di era otomatisasi. Seperti seniman ukiran atau pelukis yang hasil karyanya tidak bisa digantikan oleh robot bahkan dengan kecerdasan buatan. Koki restoran mewah juga memiliki peluang kecil untuk digantikan. Industri kreatif seperti ini sangat menarik dikembangkan karena membantu masyarakat mendapatkan penghasilan dari orang kaya yang menginginkan produk craftmanship. Orang berpenghasilan tinggi cenderung tidak suka produk buatan pabrik yang serupa dan lebih memilih produk hasil kerajinan tangan manusia, walaupun harganya jauh lebih mahal. Jadi, otomatisasi tidak menyingkirkan profesi ini begitu saja.

Jadi, selalu bersiaplah pada perubahan. Perubahan itu selalu baik. Kalaupun ada dampak buruk, itu justru menjadi peluang kita untuk berinovasi untuk mencari solusi.

Kuliner Khas Kutai Timur

Sambal raja terbuat dari cabai, bawang merah, terasi, tomat yang digoreng hingga lembek dan mudah dihaluskan. Disertai dengan tempe, udang, ...