Senin, 18 Mei 2020

Kalau Mau Indonesia Maju. Jangan Jadi Konservatif, Tetapi Inovatif

Akhir-akhir ini saya getol memperhatikan syarat ekonomi negara-negara terkaya & termiskin di global. Saya melihat satu persamaan dalam negara-negara termiskin tersebut, mereka sama-sama hanya bergantung dalam sektor pertanian, infrastruktur yang minim, minim investor, dan komoditas ekspor hanya berupa produk mentah. Negara-negara termiskin tadi memang sedang kekurangan dana untuk membangun infrastruktur, menarik investor, dan membangun sentra industri disamping perseteruan berkepanjangan. Sedangkan negara-negara terkaya memiliki sektor industri maju, sektor pertanian maju, infrastruktur maju, & investasi ke dalam maupun ke luar melimpah.

Menariknya, Indonesia tidak kekurangan dana, infrastruktur telah mulai digarap, investor banyak yg tertarik, & sektor industrinya berkembang, tetapi permanen sulit maju. Ini karena kebanyakan rakyat dan politisinya bersifat ortodok.

Konservatisme merupakan kecenderungan masyarakat buat nir mau berubah. Mereka lebih baik berada di zona nyaman dengan alasan menjaga kelestarian lingkungan, menjaga budaya, & menjaga pertanian. Mereka menolak banyak sekali pembangunan infrastruktur, menolak datangnya investor, menolak datangnya asing, dan menolak adanya industri. Namun kebanyakan berdasarkan mereka tidak mau berinovasi, tidak mau berpikir jangka panjang. Yang penting nyaman saat ini saja.

Tanpa sadar mereka justru lebih menghambat lingkungan. Menolak pembangunan jalan, jalan tol, atau bandara dengan alasan menjaga sawah atau pertanian. Padahal lahan pertanian yang dikorbankan hanya sedikit, meskipun ditambah efek samping misalnya pembangunan pemukiman yg mungkin timbul. Tetapi mereka tidak memikirkan apa penyebab petani lebih memilih berhenti bertani dan menjual tanahnya pada juragan properti. Petani seolah terlalu disayang, diberi subsidi, tetapi tidak diberikan teknologi memadai buat memaksimalkan hasil pertaniannya. Petani itu sendiri nir mau belajar karena berpikir alat modern justru menghambat lingkungan.

Jalan tol ditolak, pergerakan kendaraan terutama angkutan barang menjadi terhambat karena macet. Macet menimbulkan polusi yg lebih parah lagi. Itu yang tidak dipikirkan.

Transportasi umum yang lebih nyaman & cepat ditolak, pungkasnya hanya memenuhi jalan & mematikan angkutan warga (taksi, ojek, delman, becak, Angkutan Umum, dll). Akibatnya orang-orang lebih memilih menggunakan tunggangan pribadi lantaran transportasi generik yang ada nir memadai seperti tarif sembarangan dan tidak nyaman. Jalanan macet, polusi bertambah.

Pembangunan bandara ditolak, pungkasnya hanya mengurangi lahan pertanian yg hanya sepersekian persen.. Padahal jika dibangun, pariwisata tumbuh, perekonomian semakin tinggi, pertanian pun semakin produktif bila mau berinovasi. Biasanya warga yang kaya cenderung lebih menyukai produk organik dari petani lokal.

Investor ditolak bahkan sudah sebagai konotasi negatif bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Katanya mereka menjajah Indonesia, ?Membeli? Indonesia. Tetapi sifat masyarakat justru menarik investor luar. Kebanyakan masyarakat nir mau berinvestasi. Punya uang beli motor/mobil baru (gengsi punya tunggangan di Indonesia tinggi karena nir ada transportasi generik yang memadai), beli gadget baru, beli pakaian impor baru. Semua produk luar. Secara makro, uang di Indonesia berputar kencang akan tetapi lebih poly keluarnya ketimbang masuknya.

Jika tidak ada investor misalnya ritel, hotel, restoran asing masuk ke Indonesia, maka pengusaha lokal di sektor seperti ritel, hotel, dan restoran tidak akan berinovasi. Mereka tetap mematok harga tinggi untuk produk yang nir sepadan kualitasnya.

Banyak orang yg mengaku-ngaku cinta lingkungan dengan cara menolak pembangunan infrastruktur, namun mereka masih suka membuang sampah asal-asalan. Jadi, siapa yang sesungguhnya perusak lingkungan?

Tirulah negara maju misalnya Jepang, Singapura, & Eropa. Mereka sukses menyebarkan infrastruktur & industri namun lingkungan & budayanya tetap terjaga baik bahkan dikembangkan lebih lanjut.

Tapi kenyataannya orang Indonesia cenderung anti menjadi negara maju. Banyak yg menyindir: ?(nama daerahnya) rasa luar negeri?, ?Gak usah ke luar negeri, (nama wilayahnya) udah bakal jadi kayak di luar negeri?. Seolah-olah luar negeri adalah sesuatu yang negatif pada mata sebagian rakyat. Cobalah lihat pada komentar menurut postingan Instagram milik portal berita yg memberitakan planning pembangunan sesuatu.

Inovatif adalah kunci menjadi negara maju. Negara maju nir selalu negatif. Siapa yg tidak mau hidup lebih nyaman, lingkungan lebih higienis & asri, lebih tidak macet, & poly ketenangan lainnya? Namun buat mencapai kenyamanan tingkat lanjut, warga Indonesia wajib berani keluar dari zona nyaman saat ini.

Sekian luapan isi hati saya karena pada daerah aku terlalu poly penolakan ini itu waktu ada ihwal pemerintah membangun infrastruktur. Tumbuhkan budaya nir membuang sampah asal-asalan dulu, baru bicara kelestarian lingkungan secara makro. Karena saya yakin, pemerintah pada membuat sesuatu niscaya disertai perencanaan dan kajian yang matang.

Kuliner Khas Kutai Timur

Sambal raja terbuat dari cabai, bawang merah, terasi, tomat yang digoreng hingga lembek dan mudah dihaluskan. Disertai dengan tempe, udang, ...